Teguran Presiden soal isi percakapan group WA TNI-Polri cukup mengenaskan. Perdebatan yang ada dalam percakapan dimasalahkan terutama masalah kebijakan pindah IKN. Disalahkan karena masih mempertanyakan agenda pindah IKN yang menurut Presiden sudah diputuskan DPR. Tidak ada demokrasi untuk TNI-Polri.
Lucu juga negara ini, persoalan percakapan WA group jadi perhatian serius Presiden. Ada tiga pertanyaan mendasar atas hal ini, yaitu benarkah TNI-Polri tidak boleh berdebat di WA group berkenaan dengan kebijakan Pemerintah, apakah TNI-Polri tidak menjadi bagian dari demokrasi, serta bagaimana jika pro kontra dilakukan melalui japri WA? Pertanyaan tambahan, haruskah Presiden yang menegurnya Seserius ini?
Di era “hp-krasi” saat ini tidak bijak untuk membatasi diskusi atau perdebatan terhadap berbagai hal, termasuk kebijakan Pemerintah. Keterbukaan informasi memaksa pengguna HP sendiri untuk mampu memilih dan memilah konten. Diskusi tentang kebijakan oleh group WA TNI-Polri justru dapat menjadi masukan dan ukuran tentang kualitas suatu kebijakan. TNI-Polri adalah aparatur negara yang hidup di tengah masyarakat, bukan robot yang bersikap dan bertindak secara mekanistis.
TNI-Polri berada di negara yang telah sepakat untuk menganut asas demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karenanya TNI-Polri adalah bagian dari demokrasi tersebut. Bahwa ada aturan disiplin mengenai sikap dan tindakan sebagai anggota korps tentu dipahami, tetapi memisahkan TNI-Polri dari demokrasi adalah keliru. TNI-Polri turut berjuang untuk menjaga dan mengawal kualitas demokrasi.
Berdiskusi di WA grup memiliki daya kontrol yang lebih kuat, ada saling menguatkan dan melemahkan argumen, banyak pihak ikut terlibat. Hal ini sehat-sehat saja. Bila tidak betah, toh ada jalan untuk bebas keluar dari group. Nah, apakah harus berpindah ketidaksetujuan atas suatu kebijakan dari WA group kepada WA antar pribadi? Semoga inipun tidak dilarang lagi.
Presiden rasanya sudah terlalu jauh mengurusi WA TNI-Polri. Atau memang sudah sedemikian parah pembangkangan TNI-Polri pada Pemerintah sebagaimana “terbaca” dari percakapan WA groupnya? Diungkap dalam Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap lagi.
Rakyat jadi semakin berdebar-debar jantungnya, nih pak.
Teguran juga merembet ke istri-istri TNI-Polri yang konon mengundang penceramah radikal dalam acara-acaranya. Rupanya kini Presiden Jokowi tertular KSAD Dudung yang uring-uringan soal radikal radikul. Tidak dijelaskan siapa penceramah radikal itu, apakah Ustad Adi Hidayat, Aa Gym, atau Abu Janda?
Memang TNI-Polri harus semakin sabar menghadapi Presiden yang sangat peduli ini. Rakyat sipil sudah lebih dulu dan lama bersabar memiliki Presiden dengan gaya seperti ini. Mengusap dada hampir setiap hari. Untuk aman dari teguran Presiden, sebaiknya anggota TNI-Polri tidak usah punya HP saja. sumber : M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan) (BTL)