Home Teknologi Anjloknya Literasi Digital di Era AI

Anjloknya Literasi Digital di Era AI

103
0
SHARE
Anjloknya Literasi Digital di Era AI

Di tengah banjir misinformasi yang dihasilkan akal imitasi (AI), literasi digital warga Indonesia justru merosot. Berdasarkan Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025, skor literasi digital turun dari 58,25 menjadi 49,28 poin—lebih rendah dibanding capaian 2023.

Literasi digital mencerminkan kemampuan warga menggunakan teknologi digital secara efektif, aman, dan bertanggung jawab, sekaligus sejalan dengan nilai sosial yang berlaku. Aspek ini menjadi salah satu dari empat pilar IMDI, bersama infrastruktur dan ekosistem, pemberdayaan, serta pekerjaan.

Padahal, jumlah pengguna internet di Indonesia terus bertambah, seiring pembangunan infrastruktur yang makin luas. Co-founder Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), Santi Indra Astuti, menilai penurunan literasi digital bisa melemahkan pilar-pilar lain dalam IMDI.

“Dalam jangka panjang, masyarakat hanya mampu mengakses internet tapi tidak mampu memilah informasi yang benar atau salah,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 15 Oktober 2025.

Santi mencontohkan, tingginya penggunaan transaksi dan dompet digital tanpa dibarengi literasi digital membuat warga rentan menjadi korban penipuan.

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2025 menunjukkan masih lemahnya keamanan digital warga. Sebanyak 22,12 persen responden mengaku pernah tertipu secara online, sementara 14,32 persen mengalami pencurian data pribadi. Salah satu penyebabnya, banyak warga masih menggunakan kata sandi yang mudah ditebak.

Rendahnya literasi digital juga menghambat upaya membendung misinformasi dan disinformasi. Masyarakat makin mudah terkecoh hoaks, terutama di era akal imitasi (AI), ketika konten asli dan palsu sulit dibedakan dengan mata telanjang.

Santi menegaskan, literasi digital bukan semata soal teknologi. Ia berkaitan erat dengan daya pikir, ideologi, dan psikologi manusia. Karena itu, edukasi digital tak cukup berhenti pada keterampilan teknis, tetapi juga harus menyentuh lapisan afektif manusia.

Namun, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga, Irfan Wahyudi, menilai literasi digital belum diajarkan di tingkat pendidikan dasar. Akibatnya, banyak warga gagap menghadapi realitas digital.

“Belum ada kurikulum dasar yang mengajarkan teknologi digital,” ujarnya. Tanpa pembekalan sejak dini, generasi muda tumbuh hanya sebagai pengguna teknologi tanpa kemampuan berpikir kritis.

Irfan menekankan perlunya pergeseran dari program yang sekadar mengajarkan penggunaan gawai secara bijak menjadi gerakan memahami informasi secara kritis. “Literasi bukan pelengkap teknologi, tapi pagar yang menjaga agar teknologi tak berubah menjadi senjata,” katanya.