Peperangan pada dasarnya tidak dikehendaki oleh setiap manusia, namun demikian karena berbagai alasan dan kepentingan, fakta sejarah menunjukkan bahwa manusia tidak lepas dari kemungkinan – kemungkinan terjadinya perang. Untuk itulah setiap negara membangun strategi pertahanan dengan memperkuat dan modernisasi alutsistanya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang. Di samping itu, sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada, persenjataanpun telag beradaptasi sekaligus mengadopsinya berupa sebuah transformasi yang berbasis pada teknologi mutakhir. Semua berorientasi pada kemampuan ‘daya serang’ atau ‘daya tangkal’.
Berbicara daya serang, berarti kemampuan senjata tersebut dalam hal daya rusak, kecepatan, dan keakuratan serta ukuran baik dalam tonase maupun volumenya yang sangat mengerikan. Sementara saat berbicara daya tangkal, berarti kemampuan senjata dalam menangkal kemungkinan terjadinya serangan besar dan mematikan. Oleh karena itu, kehandalan agen intelijen untuk mampu memperoleh keterangan super rahasia yang berkaitan dengan kekuatan musuh akan menjadi kata kunci agar mampu menghancurkan musuh tepat di jantung kekuatannya sebelum mereka melakukan penyerangan. Di saat yang bersamaan, agen – agen kontra intelijen pun harus terus bergerak untuk mengecoh infiltrasi agen intelijen musuh sehingga mereka mendapatkan informasi dan data yang keliru. Termasuk membangun jaringan untuk mengganggu konsentrasi musuh dengan berbagai format ‘kegaduhan’ dan mode ‘kekacauan’ dari dalam.
Segenap kekuatan akan selalu dilakukan secara beriringan dan paralel dalam memenangkan pertempuran, bahkan jauh hari sebelum hari ‘H’ pada umumnya setiap agen sudah bergerak ‘mendahului’. Inilah taktik dan manuver untuk melakukan kalkulasi detail kekuatan musuh serta memetakan formasi kekuatan ketiga matranya plus matra keempat yang disebut cyber army. Dengan mengetahui detail kekuatan musuh, maka artinya kita sudah memenangkan ‘setengah’ peperangan. Selanjutnya tentu kita juga harus mengenal betul kekuatan dan kelemahan di internal, agar segera melakukan perbaikan guna meningkatkan kekuatan. Baik dalam jumlah, profesionalitas dan ketangguhan di medan pertempuran, teknologi persenjataan, pasukan virtual, serta memainkan kekuatan media agar bisa bermain cantik dalam merebut opini dunia.
Dalam konteks terkini, mari kita lihat implementasi di lapangan dalam kasus peperangan Rusia dengan Ukraina, dan segala kekuatan yang mendukung di belakangnya. Dimana persenjataan yang digunakan tidak hanya di dunia nyata saja, melainkan juga senjata dunia maya sebagai salah satu senjata yang dinilai ampuh untuk menyerang lawan. Lihat saja bagaimana ratusan 'pasukan' sukarelawan hacker Ukraina yang kini menjadi kekuatan serangan siber paramiliter dalam menghadapi serangan militer Rusia. Adanya pertahanan siber disebut penting untuk memerangi informasi dan intelijen crowdsourcing. Mereka membuat bot di platform pesan Telegram yang bisa memblokir disinformasi, dan memungkinkan orang melaporkan lokasi pasukan Rusia dan menawarkan instruksi tentang merakit bom molotov dan pertolongan pertama. Mereka tergabung dalam korps pertahanan digital Ukraina yang terdiri dari insinyur software, dan juga berhasil merekrut para diaspora Ukraina.
Pasukan siber Ukraina ini mampu mengacaukan panggilan telepon, email dan pesan teks, serta mampu mengirim video dan gambar tentara yang tewas dari pasukan Rusia ke keluarganya dan pasukan Rusia yang lainnya, dengan tujuan untuk mendegradasi mental dan moral secara kolektif. Mereka membuat software "Liberator" yang mampu melakukan serangan DDoS atau botnet. Sebenarnya apa yang mereka lakukan melanggar norma dunia maya internasional, namun karena situasi perang dan dengan berbagai dalih yang dibungkus sebagai upaya pembenaran, seperti target militer, sektor keuangan, dan media yang dikendalikan Kremlin.
Serangan dari pasukan siber ini tidak hanya dilakukan dari Ukraina saja, melainkan dari Rusia juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Terkait serangan pasukan siber dari Rusia ini, maka secara resmi pemerintah Ukraina mengundang para hacker 'Underground" untuk membantu melindungi infrastruktur negara, dan sekaligus membantu mengatur unit peretas melawan Rusia, sehingag mereka berhasil merusak banyak situs pemerintahan dan bank Rusia. Bahkan mengganti konten dengan gambar kekerasan dari perang, serta mampu menonaktifkan lalu lintas kereta api dan situs tiket yang sering dipakai untuk mengangkut pasukan Rusia.
Gencarnya serangan siber dari pasukan siber Ukraina ataupun pasukan siber asing yang bersimpati pada Ukraina, tentu saja telah menarik aksi yang sama dari pasukan siber Rusia atau pasukan siber asing yang bersimpati pada Rusia. Lihat saja bagaimana kelompok hacker Conti yang menyerang musuh-musuh Rusia. Conti Ransomware yang memiliki nama samaran Wizard Spider mampu merusak situs dan sistem musuh karena memiliki kecepatan dalam mengenkripsi data dan menyebar ke sistem lain yang sangat mematikan. Mereka menggunakan serangan phishing untuk menginstal Trojan TrickBot dan BazarLoader agar mendapatkan akses pada mesin korban. Hal ini diakui juga oleh Google yang melihat adanya hacker Rusia yang terlibat dalam spionase, phising dan serangan siber lainnya yang menargetkan Ukraina dan sekutu Eropa. Contohnya Ghostwriter/UNC1151 dari Belarusia yang telah mencoba mencuri kredensial akun melalui upaya phishing pada organisasi pemerintah dan militer Polandia dan Ukraina. Kemudian juga ada Mustang Panda atau Temp.Hex yang diduga dari perusahaan yang berbasis di China, telah mengirimkan virus ke entitas Eropa.
Jadi kedua negara yang sedang terlibat dalam peperangan tersebut, pada dasarnya sama telah melakukan serangan siber atau serangan virtual. Aktornya bisa official hacker yang bernaung di bawah militer atau badan intelijen, hacker domestik individual atau komunal yang ingin turut serta melakukan perlawanan berdasarkan keahlian yang dimilikinya, ataupun hacker asing yang bersimpati dengan perjuangan yang sedang dilakukan oleh suatu negara. Pada prinsipnya mereka bekerja untuk mengacaukan laman milik pemerintah dan situs web penting lainnya. Serangan bisa dilakukan secara sporadis individual atau serangan berkelompok dan terkoordinasi.
Inilah sekilas ulasan sebagai sumbangsih pemikiran melalui tulisan yang sederhana untuk menggambarkan bagaimana kekuatan siber telah menjadi bagian kekuatan peperangan yang tidak terpisahkan dari pertempuran di medan perang yang sesungguhnya. Dengan demikian kita juga bisa mengambil hikmah bagaimana kita harus terus menyusun kekuatan pasukan siber untuk memperkuat basis dan strategi pertahanan nasional. Semoga mampu memberikan informasi dan bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara.(red)
Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pertahanan dan Keamanan Negara)