Sengketa pemberitaan di Dewan Pers yang melibatakan detikcom sebagai teradu dengan Gubernur Banten Wahidin Halim sebagai pengadu memberikan pelajaran penting kepada media massa di Indonesia untuk lebih berhati-hati dan tidak semborono.
Media dituntut untuk memastikan keakuratan dalam memilah kebenaran informasi dan narasumber sehingga tidak merugikan masayarakat luas. Media massa juga diharuskan untuk memberikan porsi yang proporsional kepada kedua belah pihak sehingga unsur cover both side secara maksimal dapat dipenuhi.
Demikian disampaikan oleh pengacara Gubernur Wahidin Halim, Andi Syafrani dalam keterangan persnya Jumat ( 6/8) dalam merespons keputusan dewan pers seperti yang teruang dalam Risalah Penyelesaian nomor 65/Risalah-DP/VIII/2021 tentang Pengaduan Wahidin Halim terhadap Media Siber detik.com Tertanggal 3 Agustus 2021.
Andi Syafrani mengaku bersyukur atas kemenangan kliennya pada sengketa di dewan pers tersebut karena kemenangan ini memiliki arti penting dan pelajaran yang sangat berharga untuk banyak pihak.
“Kemenangan Wahidin Halim ini menjadi pelajaran besar kepada bangsa ini, khususnya media massa di Indonesia, agar lebih berhati-hati dan memastikan akurasi berita sebelum dibaca oleh khalayak”, ujar pengacara muda lulusan UIN Jakarta itu.
Andi menjelaskan bahwa demokrasi Indonesia harus dirawat oleh semua pihak, khususnya media sebagai salah satu pilar demokrasi penting yang memiliki tanggung jawab besar memastikan demokrasi berlangsung secara sehat dan produktif.
"Cara terbaik merawat demokrasi dan kebebasan berekspresi adalah dengan bertangggung jawab dan patuh terhadap kode etik jurnalistik yang menjadi pedoman utama pers di Indonesia”, kata Andi yang juga pengajar hukum di UIN Ciputat.
“kehati-hatian dalam memilih informasi dan narasumber berita adalah kunci buat media agar menghadirkan berita yang bisa dipercaya dan tidak merugikan banyak pihak," imbuhnya.
Untuk diketahui, sengketa berita di detik.com yang melibatkan Gubernur Banten Wahidin Halim berujung pengaduan Wahidin Halim ke Dewan Pers pada 10 Juni 2021. Oleh Dewan Pers, detik.com dinyatakan bersalah karena melanggar pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik dan diperintahkan untuk meminta maaf kepada Wahidin Halim dan pembaca.
Berita investigasi yang dimuat dalam lama detikX pada tanggal 7 Juni 2021 yang berjudul “Asal cair Demi Gubernur Wahidin” dan berita berjudul “Ponpes Hantu Penerima Duit Hibah” (Kemudian judul berubah menjadi: "Menelusuri Ponpes Penerima Dana Hibah Banten"), dinyatakan oleh dewan pers sebagai tidak akurat dan telah merugikan Gubernur Wahidin Halim.
Tidak terima dengan pemberitaan tersebut, Wahidin Halim melelui pengacaranya Andi Syafrani SH, LLM, kemudian mengadukan detikcom kepada Dewan Pers.
Setelah melalui proses persidangan, Dewan Pers memutuskan bahwa detikcom melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat, tidak uji informasi, dan tidak berimbang secara proporsional. Dewan Pers juga memerintahkan detikcom untuk meminta maaf kepada Wahidin Halim dan pembaca dan manayangkan hak jawab Wahidin Halim yang di detikcom.
Dalam tayangan hak jawabnya, detik.com menyatakan permintaan maaf kepada Gubernur Banten dan pembaca detikcom. “Pemuatan hak jawab ini sekaligus sebagai permintaan maaf redaksi kepada Gubernur Banten Wahidin Halim dan pembaca atas ketidakberimbangan dan ketidakakuratan berita". (Red)