Iblis berkata “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) dimuka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (15:39).
Bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu, mempunyai makna bukan berarti setan sama sekali berhenti beraktivitas. Tetapi aktivitas setan terbelenggu oleh benteng keimanan yang menguat pada orang-orang yang berpuasa hanya mengharap keridhoan-Nya sehingga terpilih.…._kecuali hamba-hamba Engkau yang terpilih (muchlas) diantara mereka
Bulan Ramadhan tahun ini telah usai, sebagian orang yang habis-habisan memanfaatkan waktu 29/30 hari itu untuk meningkatkan iman dan takwanya dan bersedih karena ditinggalkan bulan penuh keberkahan itu. Sebaliknya sebagian yang lain gembira karena sekarang mereka “bebas”.
Ternyata yang paling gembira adalah setan-setan tersebut karena mereka bebas beraktivitas menjalankan fungsinya, untuk menyesatkan sebanyak mungkin manusia dari jalan yang lurus.
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at) (7:16-17)
Dan……dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan, (kejahatan) ke dalam dada manusia dari (golongan) jin dan manusia (114-4-6).
Diantara ketergelinciran manusia dari penyesatan Iblis-syaitan di antaranya:
Mengaku beriman kepada Allah, tetapi tidak melaksanakan hak-hak Allah yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Gemar membaca Quran, tetapi lalai menjalankan isi kandungannya.
Mengakui mencintai para nabi/rasul, tetapi tidak melaksanakan ‘sunnah’ nya. Selalu berkata akan memerangi syaitan kenyataannya mengikuti langkah-langkah syaitan (tergoda mengikuti godaan syaitan). Meyakini bahwa mati pasti menghampiri tetapi tidak bersiap-siap menghadapi kematian dengan memperbanyak amal kebajikan. Membicarakan kejelekan orang lain tetapi melupakan kejelekan dirinya.
Kadang tidak disadarinya kita bergunjing, merasa paling benar, ujub, benci, dengki, iri hati, dan sifat tercela lainnya. Akhirnya banyak manusia kembali tidak menahan lagi rasa lapar, rasa haus. bahkan tak kuat lagi menahan hawan nafsu gidaan, bisikan syaitan untuk komitmen melaksanaka perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Bahkan bisa jadi lebih galak lagi kebiasaan buruknya sebelum datangnya bulan ramadhan untuk berpuasa. Adapun orang-orang yang sukses meraih tujuan berpuasa yaitu bertakwa dan memahami makna Hari Raya. Diantara ekspresi dari sikap perilaku orang yang bertakwa adalah:
Tampak keberserahan dirinya untuk melepaskan dari sifat ego dan emosi, tidak terlihat wajah yang suram, kecuali terlihat memancarkan kemuliaan, dengan wajah tersenyum, dan tiada henti memohon hanya kepadaNya. (40:60 7:55-56).
Tak terdengar keluhannya Ia terlihat kesemangatannya dalam menjalani hidupnya, terus berkarya agar hasilnya bermanfaat untuk manusia lainnya, (21:107, 28:77). Tidak tampak keputusasaannya, ia terlihat kegigihannya dalam bekerja, kendatipun pekerjaannya rendahan. (9:105. 39:39). Tidak tampak mengeluh, galau, apalagi putus asa. Bahkan ia semakin istiqomah dalam salat dan kesabarannya. (2:45,153).
Tidak punya sifat, benci, dengki, tak mampu melihat keburukan, dan kesalahan orang lain, bahkan selalu memberi maaf tanpa diminta (3:159.9:76). Dirinya menyerahkan sepenuhnya, baik salatnya, ibadahnya, hidupnya dan matinya hanyalah untuk Tuhan semesta alam. (6:162, 2:207). Dirinya menyerahkan kepasrahannya, sepasrah-pasrah nya hanya kepadaNya (2:132, 2:208).
Di dalam dirinya hanya punya satu tujuan yaitu, kembali kepada-Nya cahaya kembali ke samudera cahaya.
Suatu ketika, pada Hari Raya seorang pria datang pada Syaidina Ali Ibn Abi Thalib (sepupu nabi Muhammad saw). Syaidina Ali lagi makan roti kering. lalu pria itu berkata. “Hari ini adalah hari raya, mengapa engkau hanya memakan roti jering?”. Syaidina Ali menjawab “Hari ini memang hari raya bagi orang yang diterima puasanya, selalu bersyukur dalam menjalani kehidupan, dan diampuni dosanya. Hari ini hari raya besok pun hari raya, dan setiap hari tanpa melakukan maksiat kepada Allah adalah Hari Raya.
Sebenarnya esensi maksiat adalah lupa kepada Allah dalam kehidupan kesehariannya, lebih-lebih lupa terhadap perintah dan larangan-Nya. Itulah sebabnya Allah pun’ lupa kepadanya. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni”mat)-Ku (2:152).
Kendatipun manusia tak ingat dan tak bersyukur serta mengingkari akan nikmat-Nya, Allah tetap menyayanginya memberi terus hidayah-Nya tapi ada hambatan yang menutupinya sehingga hidayah Allah tak bisa tembus ke dalam diri orang yang lupa dan mengingkari-Nya.(BTL).