FENOMENA AIRMATA MENJADI MATA AIR

Selasa, 30 Juli 2024. Tim Redaksi menyisir ke Taman Pendidikan Qur’an ( TPQ ) Nurul Ikhlas yang berada di Kampung Pondok Miri, Desa Rawa Kalong berhimpitan dengan Tangerang Selatan adalah sebuah tempat pendidikan bagi-anak-anak usia dini dan remaja yang terbilang unik. Bukan karena tempatnya di kampung, namun karena daya tahan dan daya juangnya.

 

Ada hampir seratus anak-anak dididik dan diajari membaca al-Qur’an, ibadah, akhlak, keimanan dan sebagainya. Dan ternyata guru-gurunya adalah ibu-ibu rumah tangga berjumlah 7 orang, Bu Alin, Musriatun, Arianti, Titi, Tri Handayani, Taminah, Sunarsih  serta anak-anak SMP yang sudah bisa membaca Al-Qur’an turut mendampingi anak-anak asuhnya. yang dengan jiwa sosial penuh keikhlasan menjadi guru.

 

Setiap minggu di hari selasa dan sabtu diupgrade oleh seorang ustad yang sangat bersahaja, namun pengetahuan agamanya sangat luas, Ustad Ujo Sujono dan seorang motivator  pengembang SDM, Teguh Yuwono yang sering menjadi pemateri di berbagai komunitas yang senang bermasyarakat. Dengan tempat seadanya, kadang kalau hujan deras ada saja tetesan air dari genting, bahkan white boardnya pun lusuh buram dan ruang-ruang kelas yang disekat dengan triplek serta meja belajar tanpa kursi alias duduk di lantai. Namun kondisi seperti inilah yang justru memunculkan kreativitas karena adanya tantangan. Kata guru-guru yang semuanya ibu-ibu “mujahadah” .

Anak-anak dididik dengan keprihatinan, dan perjuangan. Dan ini salah satu pendidikan juga, bagaimana situasi dan kondisi menjadi pembelajaran yang sangat berarti. Guru-guru sangat memahami bahwa ruang kerja guru - pendidik & siswa – terdidik sesungguhnya bukanlah di kelas-kelas, namun di alam pikiran dan hatinya. Kelas-kelas hanyalah teknis saja, maka dalam pendidikan harus selalu sertakan pikiran dan hati. Inilah salah satu kelebihan mental di TPQ ini. Dan siapa sangka dari anak-anak yang dididik ada yang sudah menjadi hafidz

 

“Bagi kami, guru-guru membuat aturan, keputusan dan menciptakan program kegiatan untuk anak-anak dan apapun yang bersifat seremonial  verbal sangatlah mudah dilakukan, yang sulit adalah menjaga agar kita tidak mewariskan cara berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku yang salah pada mereka, karena pada umumnya kita melakukan itu semua tanpa menyadarinya”. Demikian kata salah satu guru senior yang aktif mengikuti upgrading guru. Teguh Yuwono, salah satu pembina TPQ tersebut menegaskan bahwa tugas sebagai guru adalah suatu kehormatan.

 

Dan yang akan merasakan kebahagiaan sejati  hanyalah mereka yang selalu berusaha, dan menemukan kesungguhan dari sebuah tugas yang di embannya, karena hal itu adalah awal dari sebuah pencapaian untuk dipercayai & direkomendasikan sebagai yang terbaik.

 

Anak-anak belajar hanya dipungut untuk infaq saja, tiga puluh ribu sebulan, itupun ada yang tidak sanggup bayar, sehingga dibebaskan dari iuran. Dan guru-gurunya hanya diberi uang lelah dari sisa infaq anak-anak setelah dipakai untuk operasional, sehingga paling banyak per guru hanya mendapatkan tiga ratus ribu rupiah sebulan”.

 

Demikian penjelasan salah satu guru yang sudah cukup sepuh sambil mengusap airmata. Lalu Teguh pun memberi motivasi dengan memberi sugesti : “kalau hanya untuk kebutuhan setahun saja, cukuplah menanam jagung, padi atau palawija. Namun untuk kebutuhan ratusan tahun, ribuan tahun tanamlah ilmu dan amal”. Dan guru-guru di sini telah melakukan itu sehingga diharapkan kelak air mata yang menetes itu bisa menjadi mata air kehidupan bagi anak-anak yang dididiknya. ( Red )

Editor : Dyah Pitaloka

Related Posts